Friday, October 19, 2018

KISAH SYUHADA 44

Tags


Makam “Syuhada 44 “ yang berada di Desa Lheu Simpang, Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen, adalah sebagai bukti sejarah heroiknya semangat rakyat Aceh dalam membela tanah air tidak bisa dilupakan begitu saja.

Ternyata masyarakat Aceh begitu besar semangatnya dalam berjihad, untuk membela harga diri,agama dan Republik ini dari setiap penjajahan.

Bagi rakyat Aceh , khususnya Aceh yang berada di Pandrah dan Desa Lhee Simpang Jeunieb,Kabupaten Bireuen, waktu itu sebagai bukti bahwa begitu gigih dalam membela agama dan tanah airnya, yaitu Indonesia.

Peristiwa itu terjadi tak terlepas dari awalnya perlawanan terhadap Jepang yang terjadi tanggal 2 Mei 1945. Sejarah telah itu tidak dapat dipungkiri bahwa dengan semangat kepahlawanannya Pang Akob bersama rekannya melakukan aksi melawan segala bentuk penindasan dan kedhaliman yang dilakukan penjajahan Jepang kepada rakyat.

Pada suatu hari, kamis tanggal 2 Mei 1945 tengah malam, Pang Akob bersama 40 orang pasukannya dari Lheu Simpang merapat ke Pandrah untuk menyerbu tangsi militer Jepang di Gampong Lhok Dagang, Pandrah.

Perjuangan jihat terhadap penjajahan Jepang itu digerakkan oleh sejumlah masyarakat, seperti Pang Akob, Teungku Ibrahim Peudada, Teungku Nyak Isa, Keuchik Usman, Keuchik Johan dan Teungku A Jalil. Mereka melalui dakwahnya membangkitkan semangat Jihad fisabilillah rakyat untuk berperang melawan tentara penjajahan.

Jepang dianggap sudah sangat melampau dan sangat dhalim dhalim terhadap rakyat dengan carakerja paksa. Karena itu, rakyat mulai sangat benci terhadap tingkah laku jepang yang tidak menghargai agama, budaya serta adat istiadat dalam masyarakat setempat.

Hal itulah yang menjadi dasar awal perjuangan rakyat Pandrah – Lheu Simpang yang dijadikan materi dakwah, yaitu dengan semangat jihad dalam melawan Jepang.

Rakyat Aceh sudah sangat jijik melihat tingkah polah Jepang, dengan sebab itu rakyat mulai membangkang terhadap kerja paksa yang dilakukan Jepang yang tidak berkeprimanusiaan.

Menurut cerita, awalnya salah seorang pemuda Kampung Meunasah Dayah, Kecamatan Jeunieb bernama Nyak Umar, kemenakan Pang Akob.

Nyak Umar dia ditangkap karena membangkang menolak kerja paksa. Karena itulah Pang Akob memberi dorongan yang sangat kuat dalam berkampanye untuk mengobarkan semangat jihad melawan Jepang yang dianggap sudah sangat biadab.

Sebelum peristiwa itu, Pang Akob berangkat bersama kawan-kawannya untuk bertapa (Kaluet) di sebuah gua di Gle Kayee Kunyet, tepatnya hutan belantara pegunungan Gle Banggalang.

Sedangkan bagi masyarakat Gampong Lheu Simpang di bawah komando Keuchik Johan sudah siap siaga untuk menunggu perintah perang dalam melawan Jepang.

Nyak Umar juga adalah salah seorang korban yang pernah disiksa tentara Jepang dalam tahanan,karena dia menolak kerja paksa.

Menurut cerita, Nyak Umar waktu itu dia terpaksa menyamar sebagai salah seorang penjual obat keliling masuk kampung keluar Kampong dikawan Kecamatan Jeunieb dan Pandrah.

Dia bergerak dari satu tempat (Kampong) ke tempat yang lain sambil berbisik pada masyarakat, agarsetiap orang kesediaannya dalam ber jihad melawan jepang yang dianggap sudah sangat keterlaluandalam tindakannya itu.

Lain pula cerita dari pihak Mohd Daud, dia adalah salah seorang pemuda yang melarikan diri dari pendidikan Gygun Jepang. Mohd Daud yang lari dari latihan militer Jepang itu melatih para pemuda dalam tehnik peperangan di Gunung Banggalang untuk mempersiapkan melawan Jepang.

Mohd Daud sengaja melarikan diri meninggalkan camp latihan militer Jepang karena ingin bergabung dalam Perjuangan perang jihad yang akan dilakukan Pang Akob.

Menurut keterangan yang dihimpun, Pang Akob tidak ingin melancarkan perang terhadap Jepang pada tanggal 2 Mei 1945. Dengan alas an bahwa berbagai persiapan latihan dan strategi perang belum begitu memadai dan siap.

Namun begitu, peristiwa latihan Pang Akob itu sudah tercium oleh pihak tentara Jepang. Karena itu, pengikut Pang Akob mendapat perintah bahwa pada tengah malam menjelang tanggal 3 Meitersebut Tangsi tentara di Pandrah harus dilakukan penyerbuan.

Rahasia pengikut Pang Akob yang ingin menyerbu Tangsi Jepang juga tercium oleh tentara penjajah itu, yang dibenarkan oleh Sayed Ahmad dan Abdullah TWH dari Atjeh Syu Hodka (Jawatan Penerangan Aceh).

Mereka berdua, baik Sayed Ahmad maupun Abdullah TWH diberitahu oleh pihak tentara Jepang agar segera untuk berangkat ke Jeunieb dan pandrah, agar dapat untuk melakukan perdamaian dengan kelompok masyarakat yang ingin berontak disana.

Kedua anggota Jawatan penerangan Aceh itu ditugaskan oleh pihak Jepang, agar memberi penerangan kepada masyarakat Aceh bahwa pemerintahan Jepang akan memberikan “kemerdekaan” kepada Indonesia termasuk Aceh.

Namun sebelum Sayed Ahmad dan Abdullah TWH sampai diPandrah, peristiwa penyerangan Tangsi Jepang Lhok Dagang sudah terjadi pada tanggal 2 menjelang tanggal 3 Mei 1945.

Dalam pertempuran yang sangat dahsyat di tengah malam yang sangat gelap itu, pasukan Pang Akob menyerang tangsi militer Jepang di Lhok Dagang, Pandrah.

Karena itu, peristiwa penyerangan Tangsi tersebut lebih dikenal dengan nama “Perjuangan Prang Pandrah”.

Malam itu tidak ada pasukan Pang Akob yang menjadi korban. Sementara dipihak tentara Jepang di tangsi itu berhasil di bunuh, terkecuali satu orang tentara musuh itu berhasil lolos dan melarikan diri ke induk pasukannya di Jeunieb.

Dalam peristiwa malam itu, tujuh anggota Gyugun juga ditangkap hidup – hidup di Tangsi Pandrah, tapi tidak disiksa oleh anggota tentara Pang Akob. Kemungkinan diperkirakan sudah ada kata sepakat terlebih dahulu sebelum penyerangan itu dilakukannya.

Setelah penyerbuan Tangsi di Pandrah, Pang Akob dan seluruh pengikutnya mengundurkan diri ke markasnya di Gunung Banggalang untuk menyusun strategi penyerbuan kembali tahap selanjutnya.

Meskipun demikian, tentara Jepang sudah mengetahui keberadaan Pang Akob dan pengikutnya.Namun tentara Jepang tidak mau menyerang, serta berharap agar kelompok Pang Akob untuk menyerah, serta juga pihak Jepang ingin melakukan perjanjian perdamaian.

Rombongan Pang Akob mendapat bujukan tentara Jepang agar turun dari gunung dan tidak akan dihukum. Sedangkan Sayed Ahmad dan Abdullah TWH dikirim oleh tentara Jepang sebagai utusan dalam upaya perdamaian tersebut.

Pang Akob dan pengikutnya kepada para utusan tersebut dia berjanji bahwa kelompoknya siap turun gunung untuk perdamaian pada tanggal 5 Mei 1945.

Diharapkan oleh Pang Akob, agar tentara Jepang tidak perlu lagi harus naik ke gunung Banggalang.Pang Akob dia bersama pengikut setianya ditunggu ditempat yang sudah ditentukan.

Kemudian sampailah waktu yang dinanti – nantikan, yaitu tanggal 5 Mei 1945 para perwira tentara Jepang pagi itu sudah berkumpul di Meunasah Kampung Lheu Simpang dan siap siaga bersama pasukan tempurnya.

Dalam rombongan perwira tentara Jepang itu terdapat sejumlah pejabat Daerah, diantaranya Teuku Yakub, Guntyo Bireuen, Sayed Ahmad Dahlan dan Abdullah TWH dari Atjeh Syu Hodka.

Mereka dari pagi sudah berkumpul di halaman Meunasah Lheu Simpang menunggu kedatangan rombongan Pang Akob untuk perjanjian damai sebagaimana pernah dijanjikan dua hari sebelumnya.

Para perwira Jepang dan rombongan Tim perdamaian duduk di Meunasah. Sementara pasukan siap tempurnya berjaga-jaga di kawasan tersebut.

Tiba-tiba terdengar teriakan takbir: Allahu Akbar……! Allahu Akbar…….Allahu Akbar membahana terus menerus.

Gegap gempita suara takbir Allahu Akbar itu membuat tentara Jepang panik ketakutan dan kalang kabut. Dalam kepanikan tentara Jepang itu, Pang Akob dan para pengikut setianya keluar dari alur anak sungai yang rimbun ditutupi dedaunan. Mereka menyerbu ke halaman meunasah Lheu Simpang menebas tentara Jepang satu persatu.

Melihat peristiwa yang sangat tragis itu, Sayed Ahmad Dahlan dan Abdullah TWH lari puntang panting menyelamatkan diri dalam sebuah anak sungai (alue siwong). Keduanya baru keluar setelah perang reda dan badannya penuh dengan lumpur sampai ujung rambut.

Dalam peristiwa dahsyat berdarah itu, selain menewaskan perwira tentara Jepang dan sejumlah prajuritnya, serta juga Guntyo Bireuen, Teuku Yakub ikut menjadi tewas diarena pertempuran.

Menurut Sayed Ahmad Dahlan dan Abdullah TWH, ketika mereka keluar dari tempat persembunyian melihat mayat – mayat Jepang bergelimpangan bersama pasukan Pang Akob yang ikut tewas dalam perang tersebut.

Kemudian dapat diketahui, bahwa jumlah pasukan mujahidin yang syahid jumlahnya 44 orang. Pang Akob dan para pengikut setianya itu, kini dikenal sebagai “Syuhada 44 “dan di kuburkan di DesaLhee Simpang.

Tidak hanya sampai disitu, peristiwa berdarah ini, pihak Jepang melakukan penangkapan paksa terhadap siapa saja yang dia curigai terlibat dalam penyerangan Tangsi militer Jepang di Pandrah dan peristiwa berdarah dalam pertempuran di Meunasah Lheu Simpang.

Sejumlah pemuda ditangkap, sebagian orang setelah di proses pemeriksaan dan disiksa, sertadibebaskan dalam keadaan kondisi tubuhnya sangat menyedihkan.

Namun sebahagian lainnya yang dianggap terlibat langsung diangkut ke Medan.Bahkan dalam peristiwa itu ada yang tidak diperiksa, namun langsung di eksekusi sampai mati di sana.

Mereka yang dihukum mati, diantaranya : Teungku Abdul Wahab Ali, Teungku Usman Yusuf, Teungku Muhammad Yakub, Teungku Abu Thalib, Teungku M Hamzah, Teungku M Husin Bungong, Teungku Agam Cut, Teungku Abdullah, Teungku Harun, Teungku Husin Bin Pawang Usman, Teungku Abdullah Jeumpa Sikureung dan Teungku Abdul Jalil.

Sedangkan lainnya dipenjara di Pematang Siantar, bahkan ada diantara mereka mati di penjara karena penyiksaan berat.

Tewas di penjara itu adalah: Teungku Thalib Beungga, Teungku Badal Husin Peusangan, Teungku Muhammad Aji Yusuf dan Teungku Ilyas Yusuf.

Sedangkan yang dibebaskan dan kembali ke Aceh setelah Jepang kalah. Yaitu, Teungku Yahya, Keuchik Muhammad Ali, Teungku Muhammad Ali Tineuboek, Teungku Isham Banta Panjang, Teuku Ibrahim Beungga dan Teungku Muhammad Hasan Ali. Sementara 44 orang syahid dalam peristiwa perang Pandrah di Meunasah Lheu Simpang, pada 5 Mei 1945 adalah: Teungku Siti Aminah, Teungku Ibrahim Meulaboh (suami Teungku Siti Aminah), Teungku Mahmud Ben, Teungku Ismail Rahman, Teungku Sabon Piah, Teungku Usman Lheu, Teungku Muhammad Adam Rifin.Teungku Ibrahim Yusuf, Teungku Muhammad Yusuf Gagap, Nyak Abu Bakar Amin, Teungku Muhammad Amin, Teungku Mohd. Kasim, Teungku Meulaboh, Teungku Muhammad Hasan Banta, Teungku Sulaiman Ali, Teuku Nyak Isa, Teungku Kasim, Teungku Muhammad Yakob, Petua Jalil, Teungku Muhammad Yusuf Ben Dayah, Teungku Jalil Ben. Keuchik Johan, Abu Keuchik Lheu, Muhammad Gam, Teungku Saleh Ismail, Teungku Ismail Ahmad, Teungku Mahmud Bin Abdurrahman, Teungku Ahmad Itam, Teungku Ibrahim Ali, Nyak Umar Adam, Teungku Abdullah Ben, Teungku Sulaiman Lheu, Teungku Ahmad Gampong Blang, Teungku Ahmad Usman.Teungku Ibrahim Yusuf, Teungku Ismail Rifin, Teungku Abdullah Gampong Blang, Teungku Saleh Ben Tulot, Teungku Ibrahim Husin, Teungku Su’ud Tringgadeng, Teungku Saleh Gampong Blang, Teungku Nyak Zulkifli Yusuf, Teungku Saleh Bin Abdurrahman dan satu orang bayi dalam kandungan Teungku Siti Aminah


EmoticonEmoticon